Diterbitkan : 04 Juli 2021
Satu lagi daerah yang berkomitmen untuk melaksanakan mandat Inpres 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan adalah Provinsi Sulawesi Barat.
Ini terungkap dari hasil kunjungan kerja rombongan Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat yang turut didampingi oleh Yayasan KEHATI dan Sulawesi Community Foundation (SCF) ke kantor Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil (PPH) Perkebunan, Kementerian Pertanian pada 3 Juni 2021 yang lalu.
Rombongan disambut oleh Ir. Dedi Junaedi, M.Sc., Direktur PPH Perkebunan, yang dalam pembukaannya menekankan pentingnya keberadaan Dinas Perkebunan sebagai entitas yang mengurusi sub-sektor perkebunan dan kaitannya dengan nilai signifikan komoditas perkebunan bagi Provinsi Sulawesi Barat.
Tim UNDP SPOI juga turut berpartisipasi dalam pertemuan ini sebagai salah satu bentuk kegiatan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait pelaksanaan RAN KSB.
Sulawesi Barat memiliki profil komoditas unggulan yang cukup beragam - seperti kakao, briket batok kelapa yang diekspor untuk konsumen di Timur Tengah dan komoditas kopi yang diekspor oleh petani - seperti yang diungkap Kabid PPHP Dinas Perkebunan Sulawesi Barat, Kimoto Bado, SP.
Namun yang menjadi fokus pada kunjungan ini adalah penyampaian capaian dan komitmen mereka terhadap pengembangan komoditas kelapa sawit.
Sulawesi Barat sedang menginisiasi Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD PSKB) yang harapannya disahkan dalam bentuk Peraturan Gubernur. Kasie Pembinaan Usaha Disbun Sulbar, Agustina Palimbong menyebutkan bahwa proses penyusunan RAD KSB Sulawesi Barat diawali pada Oktober 2020.
Pada November 2020, Tim Penyusun RAD PKSB Sulawesi Barat terbentuk dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor: 188.4/434/Sulbar/XI/2020. Komposisi tim ini terdari unsur organisasi perangkat daerah terkait dan unsur non pemerintah yakni SCF dan Yayasan KEHATI.
“Sampai saat ini, Sulawesi Barat telah mengajukan permohonan harmonisasi rancangan peraturan daerah kepada Ditjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri dan dalam proses telaah oleh tin lintas sektor di Sulawesi Barat terdapat kesimpulan bahwa rancangan RAD telah selaras dengan UU Cipta Kerja.”, ungkap Agustina.
Selain menyampaikan perkembangan inisiasi RAD PKSB, Ibu Agustina juga menyampaikan perkembangan dukungan fasilitasi STD-B di Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2019 hingga 2021.
Total tutupan kebun kelapa sawit di Sulawesi Barat mencapai 158.755 ha dan 89.442 ha di antaranya adalah lahan perkebunan kelapa sawit rakyat, atau mencapai 56,34% dari total lahan sawit Sulawesi Barat. Sementara itu hingga tahun 2021, fasilitasi penerbitan STB-B sudah mencapai 1.811 ha lahan kelapa sawit yang mencakup ± 1.101 pekebun.
Selain itu masih terdapat 3.706 ha lahan yang saat ini masih dalam proses fasilitasi sehingga total fasilitasi penerbitan STD-B mencapai 5.517 ha lahan atau 6,17% dari total lahan sawit rakyat Sulawesi Barat. Fasilitasi ini dilaksanakan di 27 desa dari total 158 desa di Sulawesi Barat. Pada tahun 2021 ini setidaknya ditargetkan ada 800 penerbitan STD-B.
Tidak hanya fasilitasi STD-B, kegiatan lain yang saat ini dalam proses inisiasi adalah penyiapan dua kelompok sertifikasi RSPO di Kabupaten Pasangkayu dan Mamuju Tengah. Ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelatihan, penguatan kelembagaan pekebun, Internal Control System (ICS), dan pemenuhan prinsip, kriteria dan indikator sertifikasi dalam skema RSPO.
Rostanto Suprapto, mewakili Yayasan KEHATI, menyatakan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangat bergantung pada komitmen Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat. Ini dibuktikan dengan posisi Sulawesi Barat sebagai lokasi percontohan KEHATI yang paling cepat dalam hal penerbitan STD-B.
Rangkaian kunjungan kerja ini membuktikan bahwa ada banyak daerah yang bersemangat dalam mengembangkan kelapa sawit berkelanjutan sesuai mandat Inpres 6/2019. Namun demikian, usaha ini harus dilakukan dengan kerjasama dan pelibatan multipihak agar tujuan kelapa sawit berkelanjutan dapat terlaksana secara terstruktur, sistematis, masif, dan kolaboratif di Indonesia