Diterbitkan : 30 Mei 2021
Kementerian Pertanian melaksanakan sosialisasi ISPO secara bergelombang pada April – Mei 2021 dengan dukungan fasilitasi UNDP SPOI yang merupakan program kerjasama Kementerian Pertanian dengan UNDP Indonesia dalam mendukung usaha kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.
Semenjak diterbitkannya Permentan 38/2020 untuk melengkapi Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), banyak perubahan yang perlu dipahami oleh para pemangku kepentingan kelapa sawit termasuk para pemerintah daerah yang berperan melakukan pembinaan dan pengawasan Sertifikasi ISPO di lapangan.
Perubahan dalam Permentan 38 tersebut menyempurnakan skema sertifikasi yang sebelumnya telah diatur dalam Permentan 19/2011 dan Permentan 11/2015 yaitu selain kewajiban pelaksanaan sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan, sertifikasi ISPO juga akan berlaku wajib bagi pekebun dalam waktu 5 tahun sejak diberlakukannya Perpres.
Lalu, prinsip dan kriteria pekebun menjadi sama dan tidak dibedakan antara pekebun plasma dan swadaya. Sementara itu pengambilan keputusan sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi independen yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.
Sosialisasi ini melengkapi rangkaian sosialisasi sebelumnya yang dilakukan oleh Ditjenbun kepada para pelaku usaha. Memang disadari bahwa masih terdapat para pemangku kepentingan baik dari pemerintah daerah, perusahaan perkebunan, asosiasi pekebun, NGO/CSO yang belum mendapatkan informasi yang komprehensif terkait ISPO.
Rangkaian sosialisasi ISPO secara nasional dilaksanakan secara bertahap untuk mengakomodir cakupan wilayah daerah prioritas pengembangan kelapa sawit nasional. Rangkaian pertemuan diadakan sebanyak empat seri untuk mengakomodir organisasi perangkat daerah dari 19 provinsi dan 1 seri tambahan yang khusus diadakan untuk NGO/CSO.
Rangkaian pertemuan yang telah dilaksanakan secara daring, adalah sebagai berikut
Adapun sosialisasi ISPO kepada pihak NGO/CSO direncanakan untuk diadakan pada Bulan Juni 2021.
Dalam pelaksanaan sosialisasi, isu yang diangkat tidak hanya terkait skema sertifikasi yang berada dalam ruang lingkup kebijakan Permentan, namun terdapat hal lain yang menjadi faktor pendukung keberhasilan sertifikasi.
Salah satunya adalah kebijakan penyelesaian status perkebunan kelapa sawit yang terindikasi dalam kawasan hutan yang dipaparkan oleh perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu materi lain yang diangkat dalam rangkaian sosialisasi ini adalah dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terhadap percepatan sertifiasi ISPO untuk pekebun.
Dalam beberapa kali sesi diskusi, terungkap beberapa topik umum yang masih manjadi tantangan bagi pelaksanaan sertifikasi ISPO. Yang paling terlihat menonjol adalah persoalan Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) perkebunan kelapa sawit dengan isu berupa perbedaan pemahaman di antar pemerintah daerah antara menganggap STD-B sebagai perangkat pendataan atau STD-B sebagai perangkat perijinan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, UNDP SPOI memfasilitasi pertemuan terpisah yang secara khusus membahas upaya percepatan penerbitan STD-B dengan mengundang pemangku kepentingan dari berbagai macam elemen, seperti pemerintah daerah, CSO, dan pelaku usaha.
Ke depan, masih terdapat agenda untuk mengadakan sosialisasi ISPO dengan menyasar NGO/CSO yang memberikan pendampingan bagi pekebun di berbagai daerah dalam meningkatkan kapasitas mereka guna mencapai sertifikasi ISPO. Diharapkan, dengan memberikan sosialisasi kepada NGO dan CSO, maka akan semakin melengkapi penyebarluasan dan pemahaman ISPO kepada para pemangku kepentingan dan mendorong kolaborasi multipihak dalam pencapaiannya, terutama oleh pekebun.