Diterbitkan : 28 April 2021
Untuk memahami situasi terkait kesetaraan gender dari perspektif pekebun di tingkat tapak, Kementerian Pertanian, bekerja sama dengan Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI) - UNDP serta Yayasan FORTASBI, memeriahkan Hari Kartini 2021 dengan menyelenggarakan webinar bertajuk ‘#ApaKataPekebun: Kesetaraan Gender dalam Kelapa Sawit Berkelanjutan’ pada hari Rabu, 21 April 2021.
Pekebun memiliki peran strategis dalam menentukan arah pembangunan kelapa sawit di Indonesia, mengingat bahwa 40% dari keseluruhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang dikelola oleh pekebun swadaya maupun plasma. Maka, mendorong kesetaraan gender dalam kelapa sawit berkelanjutan tentu tidak terlepas dari peran sentral para pekebun.
Selain itu, gender juga merupakan sebuah konsep yang sangat kontekstual. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa pendekatan kesetaraan gender yang diharapkan dan dilaksanakan oleh pekebun dapat berbeda sesuai dengan konteks lokal masing-masing.
Maka dari itu, memahami kesetaraan gender dari perspektif pekebun menjadi penting untuk memastikan bahwa pendekatan kesetaraan gender dalam kelapa sawit berkelanjutan tidak hanya melalui intervensi kebijakan yang bersifat top-down, namun juga sebisa mungkin berbasis masyarakat yang bersifat bottom-up.
Kegiatan yang dihadiri oleh 91 peserta perempuan dan 119 peserta laki-laki ini dibuka oleh Ir. Ita Munardini, MP, Koordinator Standardisasi Mutu dan Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan, Kementerian Pertanian, yang juga bertindak selaku Sekretaris 1 Sekretariat Tim Pelaksana RAN KSB, mewakili Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Webinar dilanjutkan dengan paparan dari Asisten Deputi Perlindungan Hak Pekerja Perempuan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), serta Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara.
Diskusi panel pada sesi berikutnya diisi oleh pekebun perempuan perwakilan dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Mandiri (APKSM) Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (anggota Yayasan FORTASBI), Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Simalungun, Sumatera Utara, dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Seruyan, Kalimantan Tengah.
Dalam sesi ini cukup banyak kondisi riil lapangan terkait ketimpangan gender yang disampaikan oleh para panelis. Seperti misal, Ibu Eny Kartika dari SPKS yang pernah ditolak mengikuti sebuah rapat kerja antara koperasi dan perusahaan mitra, hanya karena beliau adalah seorang perempuan.
Atau Ibu Erliani dari SAMADE yang menyampaikan bahwa masih banyak pekebun perempuan yang karena statusnya hanya ‘membantu’ suaminya, maka seolah dianggap tidak ada dan hak-haknya pun terabaikan.
Namun begitu, ada juga kabar baik seperti yang disampaikan oleh Ibu Berlian Sinaga dari APKSM, bahwa di dalam APKSM sendiri saat ini perempuan telah mengisi posisi strategis, yaitu sebagai Pengendali Dokumen, Ketua Komite Gender, dan Ketua Unit K3. Hal ini menunjukkan pentingnya peran organisasi kelompok pekebun dalam mendorong kesetaraan gender di tingkat tapak.
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Narno, Ketua Yayasan FORTASBI, dalam sesi tanggapan bahwa Yayasan FORTASBI senantiasa mendorong anggotanya untuk melaksanakan pengarusutamaan gender.
“Organisasi seperti FORTASBI, SPKS, dan SAMADE punya kekuatan untuk mengusulkan penguatan standar ISPO kepada Komite ISPO, serta agenda Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di tingkat nasional dan daerah, demi memperkuat suara perempuan”, kata Herryadi, Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia dalam menegaskan pentingnya peran organisasi dalam mendorong kesetaraan gender.
Webinar ini diharapkan dapat menjadi titik awal bagi terbukanya lebih banyak lagi ruang interaksi dan diskusi bagi para pekebun untuk menyampaikan aspirasinya. Termasuk yang berkaitan dengan kesetaraan gender, demi terciptanya kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan—baik bagi pekebun perempuan maupun laki-laki.
Penulis: Danang Nizar