Diterbitkan : 18 Juli 2021
Pada 14 Juli 2021 yang lalu, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat memulai proses penyusunan Rencana Perkebunan Berkelanjutan (RPB) untuk tingkat Kabupaten. Kegiatan ini difasilitasi oleh tim dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), IPB University. Penyusunan RPB ini juga merupakan bentuk kemitraan antara UNDP SPOI dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang.
Di Kabupaten Sintang, luas wilayah perkebunan sawit mencapai 174 ribu hektar. Namun Pemkab berencana mengeluarkan peraturan untuk membatasi wilayah perkebunan sawit tersebut hingga 200 ribu hektar saja. Sektor perkebunan di Sintang berkontribusi terhadap 22% produk domestik regional (PDRB) Kabupaten. Kontribusi ini menjadi signifikan bagi perekonomian Sintang sehingga pengembangannya memerlukan strategi berkelanjutan.
Kemudian, langkah tersebut sejalan dengan mandat UU No. 22 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. UU ini memandatkan peningkatan perluasan keanekaragaman hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor.
Tidak hanya itu, penyusunan rencana induk ini turut menjadi pendukung indikator capaian dalam pelaksanaan Inpres 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan yang dapat berkontribusi pada komponen Inpres baik pada tata kelola perkebunan maupun pada penguatan data, koordinasi dan infrastruktur.
Proses penyusunan RPB Sintang setidaknya akan meliputi dua proses diskusi terarah untuk mengidentifikasi dan memverifikasi tantangan dan rekomendasi pada isu perkebunan berkelanjutan dengan melibatkan OPD, pelaku usaha dan CSO.
Sementara itu dalam pendekatan kajiannya, ada beberapa aspek yang akan menjadi pertimbangan. Salah satunya tertuang dalam Permentan No. 8/2016 yaitu identifikasi, inventarisasi, dan analisis data lingkungan dan fisik, sosial, ekonomi, serta kebijakan institusi. Selain itu, ada Permentan No. 56/2016 dan Permen LHK No. 69/2017 untuk melengkapi dengan kajian lingkungan hidup dan sosial strategis.
Kompleksitas proses penyusunan RPB Sintang akan terlihat dari proses identifikasi serta integrasi data spasial dan non-spasial. Contohnya data fisik dan lingkungan yang mengambil analisis penggunaan dan tutupan lahan, risiko deforestasi, daya dukung lingkungan hidup, kawasan bernilai konservasi tinggi, data kebencanaan, produktivitas dan profitabilitas, serta pengelolaan limbah dan hasil sampingan.
Dengan kompleksitas tersebut, salah satu tantangan terbesarnya adalah pengumpulan data yang bersumber dari berbagai institusi baik dari pemerintah, masyarakat petani, LSM maupun sumber yang dapat diakses secara online dan terbuka. Selain itu, keterbatasan gerak pada masa pandemic Covid-19 menyebabkan tim P4W IPB menggunakan teknologi daring untuk menjaring opini stakeholder.
Ketua tim P4W IPB, Dr Omo Rusdiana menyatakan bahwa produk hukum final rencana perkebunan ini bisa berupa Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati, namun tantangannya adalah realisasi peraturan yang mungkin tidak bisa dilaksanakan di tahun ini.
“Nantinya, pendanaan dari pelaksanaan rencana induk ini diharapkan dapat bersumber tidak hanya dari APBN/APBD namun juga dari pendanaan gotong royong dari multistakeholder dan tetap mengaju pada nomenklatur atau peraturan yang berlaku”, tambahnya.
Proses pengerjaan RPB Sintang akan dilaksanakan dari Juli hingga November 2021, sehingga diharapkan pada akhir tahun ini ada draft yang bisa dipakai sebagai dasar pertimbangan regulasi Pemerintah Kabupaten Sintang mengenai perkebunan berkelanjutan.
Informasi dan keseluruhan proses Penyusunan Rencana Induk Perkebunan Kabupaten Sintang dapat dilihat pada tautan https://ripbunsintang.p4w-ipb.id/
***